Minggu, 13 September 2015

Menguji Kebenaran Sebuah Beritamenguji_kebenaran_sebuah_berita.blogspot.com

Informasi merupakan kebutuhan manusia, bukan saja pada abad modern ini, tetapi sejak manusia tercipta. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh adanya naluri ingin tahu yang menghiasi makhluk manusia.
Adam a.s. terpedaya oleh rayuan Iblis melalui naluri ingin tahunya : "Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kamu pohon kekebalan (khuldi) dan kekuasaan abadi?" (QS.20:120)
Informasi Iblis ini ternyata bukan hanya salah tetapi sekaligus menyesatkan. Al-Quran mengingatkan penerim informasi untuk menimbang bahkan menyelidiki dengan seksama informasi yang disampaikan khususnya oleh orang-orang yang tidak terpercaya (baca QS.49:6)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Al-Hujurat : 6)
Disisi lain kepada pembaca berita, Al-Quran berpesan : Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan sampaikanlah perkataan yang sadid. (QS.33:70)
Kata sadid dalam pesan diatas, bukan hanya berati “benar”. Lebih jauh dari itu, kata ini dalam berbagai bentuknya pada akhirnya bermuara kepada makna meghalangi atau membendung (dalam arti yang tidak sesuai, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna). Atas dasar makna ini para ulama menekankan bahwa semua ucapan apapun bentuk dan kandungannya, disamping harus sesuai dengan kenyataan juga harus menjamin sasarannya untuk tidak terjerumus kedalam kesulitan, bahkan membuahkan manfaat.
Dari sinilah dikenal ungkapan li kulli maqam maqal wa likulli maqal maqam (untuk setiap tempat ada ucapan yang sesuai dan untuk setiap ucapan ada tempat yang sesuai). Boleh jadi ada lebenaran yang harus anda tangguhkan penyampaiannya demi kemaslahatan.
Umar r.a. melihat Abu hurairah berjalan tergesa-gesa dan kemudian menegurnya : “akan kemana, hai Abu Hurairah?”.
“ke pasar, menyampaikanapa yang kudengar dari Rasul saw., bahwa siapa yang mengucapkan lailaha illa Allah ia akan masuksurga,” jawabnya.
Umar menarik Abu Hurairah dan menemui Rasul guna menguji kebenaran informasi tersebut. Akhirnya Rasul saw. Membenarkan. Namun demikian, Umar mengusulkan agar berita itu tidak disampaikan kepada sembarang orang karena khawatirmenimbulkan kesalahpahaman dan Rasul menyetujui usul Umar.
Apakah ini ketertutupan atau tangguh jawab? Apapun namanya, yang pasti kalimat yang disampaikan adalah amanat yang harus dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Menarik sekali me ngamati sistemaika ayat-ayat Al-Quran berkaitan dengan soal ini. Setelah memerintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang benar dan membawa kemaslahatan serta setelah menjelaskan dampak positif dari petunjuk tersebut (QS.33: 70-71) baru disusulnya penjelasan itu dengan : "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tettapi mereka enggan menerimanya (karena) takut menyia-yiakannya, lalu amanat tersebut (diterimma untuk) dipikul manusia, sesungguhnya manusia amal aniaya amat bodoh." (QS. 33: 72)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh." (Al-Ahzab : 70-72)
Amanat yang dimaksud adalah petunjuk-petunjuk agama atau akal pikiran. Dalam bidang informasi, kebodohan manusia antara lain tampak pada ketidakmampuannya memilah dan memilih tempat, waktu, dan bahan informasi yang tepat guna. Sedangkan penganiayaannya tercermin antara lain dalam informasi dan ucapannya yang keliru dan menyesatkan, seperti memutarbalikkan fakta, menimbulkan selera rendah, meluncurkan yang tidak lucum dan sebagainya yang kadang melanggar setiap norma.
Entah sudah seberapa jauh kebodohan dan penganiayaan yang kita lakukan selama ini. Maha benar Allah ketika menyatakan manusia sungguh bodoh lagi aniaya.
Sistem Bawah Sadar terhadap Pembelajaran Tertulis

Alam bawah sadar memberimu banyak signal ilmu pengetahuan melalui segala jalan yang kau tempuh. Namun hal tersebut takkan pernah berarti selama engkau tidak mencari kunci untuk membuka bungkaman signal itu dengan telaah ilmu pengetahuan. Dimana hanya dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari dari sumber tertulis, segala pengalaman yang tersirat dalam sanubari bawah sadar dapat direalisasikan dalam wujud nyata. Dan dengannya pula seseorang dapat mempertanggungjawankan keyakinan dirinya. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa keyakinan diri setiap orang itu berbeda-beda.
Pengetahuan yang dicapai oleh alam bawah sadar terkadang datang dari ilham Tuhan Yang Maha Kuasa, yang terkadang tak dapat dimengerti dan ditanggap oleh sistem otak. Sehingga sesuatu yang terkadang sangat penting tak dapat dimanfaatkan dengan baik bagi dirinya.
Alam pencapaian pengetahuan bawah sadar harus senantiasa didukung dengan pembelajaran dari sumber tertulis. Pencapaian oleh alam bawah sadar hanya berupa untaian kapas yang bertebaran tak tentu. Butuh sistem mekanis yang dapat mengubah untaian kapas menjadi jalinan benang. Hingga sesuai dengan pemahaman teori yang dapat menuntun arah ke jalan yang lebih terang, jelas serta tepat.
Teorilah yang dapat mendeskripsikan, mengidentifikasikan, dan menganalisa segala bentuk tindakan dan hal ikhwal. Tindakan yang terkadang hanya berupa hasil respon motorik dengan pikiran bawah sadar yang belum teridentifikasi. Disinilah peran pembelajaran dan analisa teori berperan. Sumber tertulis dengan jalinan unsur pemahaman akan kata-kata menuju benang merah dalam mengsolusikan sebuah kondisi.
Setiap kondisi mungkin dapat disolusikan secara teknis dengan bantuan pikiran bawah sadar, namun hal tersebut takkan dapat dipertanggung jawabkan secara teoritis. Metode senantiasa menuntut teori. Dan itulah hakikat alam pengetahuan bagi kita, sebagai manusia yang berakal.
 “.لألباب أولوا إلايذكر وما كثيرا خيرا أوتي فقد الحكمة يؤت ومن يشاء من الحكمة يؤتي”

“Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah : 269)

Jumat, 23 Mei 2014

aslkm kwn smua......!!!
smg sll dlm naungan ridha-Nya...! shg kta dpt slg berbagi kebaikan yg full necessary, upya m'gapai kesejahteraan hidup bsma........
baik pada kesempatan ini, saya ingin berbagi sekilas analisa sya seputar hakikat dan keunggulan manusia sbg makhluk yg plg complete dr lainya........smg dpt b'manfaat...!!!! :)

"Excelence of Human"

Manusia, jika dikaji dari bahasa arab, berakar dari asal kata “nasiya-yansa” yang berarti “lupa”. Dimana setiap manusia tak kan pernah luput dari sifat lupa. Namun secara teori, manusia dapat didefinisikan sebagai raga yang memiliki roh dan kekhasan tersendiri [akal dan potensi hidup (kebutuhan jasmani dan naluri)]. Dimana manusia hidup dengan roh/nyawa untuk memenuhi potensi hidupnya dibawah kendali akalnya.
Namun itu semua hanyalah definisi yang dapat dijangkau manusia. Karena nalar manusia dibatasi pada tahap batas-batas tertentu. Dimana banyak hal-hal yang lebih spesifik dan luar biasa yang tak dapat dijangkau oleh akal manusia. Kenapa begitu??? Jawabannya simpel, karena hal tersebut tak pernah diajarkan padanya (manusia). (???). (lebih jelasnya akan dipaparkan pada uraian dibawah).
Disini, akan diuraikan beberapa kekhasan manusia, yaitu:
Ø  Potensi hidup
o   Kebutuhan Jasmani yang muncul dari rangsangan dalam tubuh dengan pemenuhan yang pasti (karena kalau tidak dipenuhi akan berakhir pada tingkat kematian), seperti lapar, haus, bernafas, BAB/K, dll.
o   Naluri yang muncul dari rangsangan luar tubuh (fakta/pemikiran) dengan pemenuhan tidak pasti (karena jika tidak dipenuhi hanya akan menyebabkan kegelisahan), seperti rasa takut, berani, ingin memiliki/berkuasa (naluri mempertahankan diri), suka lawan jenis, rasa berkasih sayang (naluri melangsungkan keturunan), rasa takut siksa-Nya, ingin mensucikan diri, taat beribadah (naluri beragama).
Ø  Akal 
Akal bukanlah otak. Tapi akal adalah pemberian Sang Pencipta yang bersifat abstrak. Akal tak berposisi. Akal tak berada di kepala, tak juga di hati. Akal ialah proses pengkaitan beberapa komponen berikut : dimana ketika manusia menangkap suatu informasi /ilmu pengetahuan (yang belum diketahuinya), maka secara langsung akal manusia akan mencoba menganalisa kebenaran ilmu/informasi tersebut dalam fakta duniawi yang dapat dengan mudah ditangkap oleh panca indra, yang kemudian akan distimulasikan ke otak untuk dicerna, disimpan dan diserap oleh seluruh organ tubuh (sehingga dapat dicetak suatu kesimpulan tersendiri/sering disebut dengan pemahaman), yang dengannya segala organ dapat bekerja sesuai prosedur pemahamannya (program perintah).
Oleh karena itu, akal manusia hanya dapat menjangkau sesuatu yang jelas (diketahui) sumbernya. Namun pada setiap hal yang telah ditetapkan oleh-Nya tidaklah terkandung kesia-siaan, segalanya ditetapkan atas dasar maksud tertentu. Dan dalam hal ini, Allah sengaja menetapkan bahwa akal manusia terbatas dari apa yang tidak diberitahukan. Karena disanalah Allah akan menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya.


Nah, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memang pada hakikatnya kekhasan manusia (potensi hidup dan akal) itu sama. Namun mengapa tak ada manusia yang sama, baik dari segi pikiran maupun perbuatan/tindakan???
Manusia ada karena hidup. Manusia hidup atas dasar tujuan penciptaannya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di dunia (untuk mengolah apa yang tersedia di bumi  dengan baik). Yang oleh karenanya manusia dilebihkan dengan akal, agar dapat melaksanakan tuntutan hidupnya dengan sempurna. Namun kewajiban manusia tak berbatas hanya dengan tuntutan kekhalifahannya. Sebagai makhluk ciptaan Allah (Sang Pencipta), manusia juga dituntut untuk berserah diri pada Sang Khalik dengan taat beribadah sebagai bukti penghambaannya pada Sang Penguasa Alam.
Kedua tuntutan inilah yang harus dipikul manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Walau kedua-dua tuntutan ini terdengar mudah (untuk menjadi khalifah bisa dengan belajar tekun dan untuk berserah diri pada Sang Khalik bisa dengan beribadah sesuai ketetapan-Nya), namun sesungguhnya untuk mencapai kedua hal tersebut sesuai standar kesempurnaan manusiawi, manusia hanya berjuang habis-habisan bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya. Mengapa demikian beratnya???
Hal tersebut hanya dapat dijawab oleh nafsu. Setiap individu memiliki nafsu untuk menantang akalnya. Disinilah terdapat titik perbedaan antar setiap individu (manusia). Karena nafsu tak pernah terlepas dari godaan syaitan, jin, dan iblis. Merekalah (syaitan, jin dan iblis) yang akan terus mencoba mengambil alih dan mengendalikan nafsu pada setiap jiwa. Lalu dimanakah titik perbedaan pada manusia dalam hal ini???
Nafsu pada setiap manusia bersifat sangat sensitif dan sangat peka terhadap rangsangan. Dimana nafsu akan mengikuti segala jenis rangsangan yang memicunya dan akan dengan sangat mudah terpengaruh dengan efek yang ditimbulkan oleh rangsangan tersebut. Disinilah peran akal sangat dibutuhkan untuk mengendalikan segala bentuk rangsangan (khususnya rangsangan yang mengarah pada keburukan).  Karena ia akan menjadi salah satu rintangan/penghalang langkah manusia.
Dalam hal ini, tak cukup hanya dengan mengetahui jati diri manusia yang sesungguhnya. Ada banyak hal pada manusia yang perlu dikaji dan ditelaah. Namun disini kita hanya akan membahas sekilas tentangnya sesuai fakta empiris yang dapat dijangkau.
Banyak hal rumit yang terjadi dan dijalani oleh manusia. Mulai dari tahap untuk mengenal jati dirinya yang sesungguhnya, hingga tahap dimana manusia harus mengendalikan hidupnya dengan baik dan tepat agar seimbang. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa hal terbesar yang memandu manusia dalam hidupnya di dunia ini adalah waktu. Dimana waktu dijadikan sebagai acuan hidup setiap individu (manusia). Jika kita melangkah ke tahap analisa, tahap awal yang tanpa sengaja terbesit dalam benak adalah mempertanyakan “ mengapa demikian” ???
Kenapa waktu harus ada? Itu karena hidup manusia dimasakan (masa dunia dan masa akhirat). Dari mana asalnya waktu? Waktu ada disaat ada proses dan tempat. Nah, kenapa kita sekarang sangat bergantung pada waktu? Itu semua karena kita sangat bergantung pada tempat dan proses.
Pada saat manusia pertama ( Nabi Adam) diciptakan, hal utama yang dibutuhkan adalah tempat (bernaung), sehingga Allah menempatkannya di surga. Kemudian proses yang dilakukan dalam kehidupannya hanyalah proses belajar mengenal nama-nama objek (tanpa harus dengan perintah) yang dapat dijangkau oleh panca inderanya, dan proses penghambaannya (beribadah) pada Sang Khalik. Sebagai manusia yang mempunyai potensi hidup (kebutuhan jasmani dan naluri), lamban laun Nabi Adam mulai mengenal jati dirinya sebagai manusia sosial yang memiliki rasa berkasih sayang (naluri melangsungkan keturunan). Sehingga Allah menciptakan baginya seorang pasangan hidup sebagai objek pemenuhan nalurinya. Disinilah tercipta suatu proses baru, dimana hal tersebut dapat memberikan informasi baru bagi manusia bahwa proses dalam kehidupan manusia akan terus berkembang sesuai dengan proses pertumbuhannya. Dimana setiap proses yang terjadi sangat bergantung pada waktu/masanya.
Lalu, bagaimana dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang tak kan pernah luput dari “kelupaan”. Kenapa manusia harus diikat dengan sifat lupa??? Padahal kemampuan otak manusia sangatlah luar biasa. Karena setiap otak manusia mampu mengendalikan aspek fisik dan psikis manusia secara bersamaan, baik sadar maupun tidak sadar. (???)
Jika dikaji secara teori, lupa adalah lepas dari ingatan atau lemah ingatan. Dimana kelupaan dapat menyebabkan seseorang tidak ingat dan tidak tahu akan hal-hal yang pernah diketahui dan diingatnya. Oleh karenanya lupa sering diidentifikasikan sebagai wabah bencana ilmu/penyebab hilangnya ilmu dan sebagai sumber kekhilafan, kekeliruan, dan kesalahan (dimana kondisi lupa tersebut menyebabkannya tak sadar akan hal yang sedang dilakukannya).
Jika kita menganalisa kembali kepada otak, maka terbesit tanda tanya “ otak yang begitu spesifik dan sempurna, mengapa harus ditantang dengan LUPA? ” dan mengapa otak yang sedemikian kompleksnya bisa dengan mudah dihantam oleh si LUPA? “......
Namun demikian, patut diketahui bahwa disinilah Allah menyelipkan titik kekuasaan dan kesempurnaan-Nya yang tiada banding. Inilah salah satu titik yang Allah signalkan kepada kita agar kita terus bersyukur kepada-Nya atas segala kesempurnaan-Nya.
Selain itu, patut diketahui bahwa Allah Maha Adil. Dimana di setiap kerumitan selalu disediakan kemudahan. Begitu pun dengan kebingungan, selalu disandingkan dengan solusinya tersendiri.
Dari pemaparan panjang diatas, telah dijelaskan bagaimana hakikat manusia sesuai spesifikasinya. Namun itu semua hanyalah berdasarkan penalaran yang saya pahami (yang belum tentu kebenarannya). Dan satu hal yang harus diketahui bersama bahwa pemenuhan potensi hidup setiap manusia haruslah dengan aturan Penciptanya (Allah SWT), dimana akal sangat berperan penting untuk memahami aturan-aturan-Nya, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan duniawi secara tepat sesuai ketetapan (syariah) Sang Pencipta (Allah SWT).